UANG MUKA HANGUS, BOLEHKAH ?
Oleh : Developer Property Syariah
Sudah
lazim diketahui bahwa dalam skema jual beli secara kredit, umumnya
diawali dengan pembayaran DP atau uang muka oleh pembeli sebagai bagian
dari harga pembayaran sehingga penjual tidak menawarkannya lagi kepada
pihak lainnya. Developer Property Syariah mengadopsi pendapat mengenai
halalnya transaksi jual beli dengan uang muka.
Kebolehan
mengenai hal ini, terdapat hadits Nabi yang diriwayatkan oleh 'Abd
Razaq dari Zaid bin Aslam. Bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang
'arbun (uang muka) dalam jual beli, maka beliau menghalalkannya. Hadits
ini juga mengisyaratkan mengenai kebolehan praktek 'arbun dalam jual
beli yaitu syarat yang disepakati oleh penjual dan pembeli terkait
dengan uang muka, bahwa jika jual beli tersebut tidak jadi maka uang
muka yang telah dibayarkan pembeli dinyatakan hangus.
Mengenai
hukum syarat, telah diketahui bahwa Nabi SAW pernah bersabda, "Kaum
Muslim terikat dengan syarat-syarat mereka, selama bukan syarat yang
mengharamkan apa yang halal, atau syarat yang menghalalkan apa yang
haram." (HR Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf)
Syarat
punishment untuk pembeli, jika dia tidak jadi membeli maka uang mukanya
hangus (untuk penjual) itu diperbolehkan. Ini tidak termasuk syarat yg
menghalalkan apa yg diharamkan Allah. Mengingat, setelah dilakukan
pembayaran uang muka, penjual tidak menawarkan barang tersebut kepada
pihak lain. Didalamnya juga tidak terdapat gharar, karena tenggat waktu
tunggu yang jelas dan barangnya pun jelas.
Dari
'Amru bin Abdurrahman bin Farwah bahwa Nafi' bin Harits (beliau adalah
pegawainya Umar bin Khaththab di Mekah) membeli rumah untuk dijadikan
penjara dari Shafwan bin Umayah dengan harga 4000 dirham. Dia berkata,
Jika Umar setuju maka jual belinya berlanjut. Namun jika Umar tidak
setuju, maka uang yang sudah dibayar dimuka yaitu 400 dirham menjadi hak
Shafwan (sebagai penjual). Ternyata Umar tdk setuju, maka 400 dirham
untuk Shafwan.
عَنْ
نَافِعِ بْنِ الحارث أَنَّهُ اشْتَرَى لِعُمَرَ دَارَ السِّجْنِ مِنْ
صَفْوَانَ بْنِ أُمَيَّةَ فَإِنْ رَضِيَ عُمَرُ وَ إِلاَّ فَلَهُ كَذَا وَ
كَذَا
Diriwayatkan dari Nafi
bin Al-Harits, ia pernah membelikan sebuah bangunan penjara untuk Umar
dari Shafwan bin Umayyah, (dengan ketentuan) apabila Umar suka. Bila
tidak, maka Shafwan berhak mendapatkan uang sekian dan sekian.
Bukhari
juga menceritakan kisah ini dalam kitab shahih-nya secara mualaq.
Beliau mengatakan, "Nafi bin Abdul Harist membeli sebuah rumah untuk
penjara di Mekkah dari Shafwan bin Umayyah dengan ketentuan, jika Umar
menerima, maka jual belinya diteruskan. Dan jika Umar tidak menerima,
maka 400 dirham tersebut menjadi milik Shafwan (penjual rumah). Umar
berkata,
"Berakhir dan terputusnya hak itu menurut syarat."
"Berakhir dan terputusnya hak itu menurut syarat."
Imam
Ahmad ketika ditanya mengenai hal ini, beliau berkata, "Apa lagi yang
perlu aku katakan..? Perkara ini sudah dinyatakan kebolehannya oleh Umar
bin Khaththab.." dan tidak ada seorang sahabat yang lain yang
mengatakan ketidakbolehannya.
Imam
Bukhari juga meriwayatkan dari Ibnu Sirrin, "Seorang laki-laki berkata
kepada orang yang menyewakan kepadanya, 'Masukkan untamu (jangan engkau
tawarkan untuk disewa), jika aku tidak pergi denganmu hari ini, maka
untukmu seratus dirham. Lalu orang itu tidak keluar (pergi). Maka
Syuraih berkata, "Siapa saja yang mensyaratkan terhadap dirinya sendiri
secara sukarela tanpa paksaan, maka syarat itu wajib dia penuhi."
PENDAPAT ULAMA YANG MEMBOLEHKAN
Syaikh
Ziyad Ghazal dalam kitabnya yang berjudul Masyru' al-Qanun al-Buyu'
fiddaulah Islamiyah menyatakan bahwa jual beli uang muka adalah sah,
yaitu jika pembeli menbayarkan harta kepada penjual sebagai kompensasi
menahan barang dengan ketentuan, jika pembeli datang pada jangka waktu
yang disepakati, maka harta yang dibayarkan itu dihitung sebagai bagian
dari harga. Dan jika pembeli tidak datang pada jangka waktu itu maka
harta yang dibayarkan itu menjadi milik penjualnya. (Baca buku Pintar
Bisnis Syar'i yang terbitkan penerbit Al Azhar Press)
Syaikh
Abdulaziz bin Baaz pernah mengemukakan tentang hukum melaksanakan jual beli dengan
uang muka dengan apabila belum sempurna jual belinya. Bentuknya adalah
dua orang melakukan transaksi jual beli, apabila jual beli sempurna maka
pembeli menyempurnakan nilai pembayarannya dan bila tidak jadi maka
penjual mengambil uang muka tersebut dan tidak mengembalikannya kepada
pembeli..?.
Beliau menjawab, ”Tidak mengapa mengambil uang panjar tersebut dalam pendapat yang rajih dari dua pendapat ulama, apabila penjual dan pembeli telah sepakat untuk itu dan jual belinya tidak dilanjutkan.”
Majlis
Fikih Islam juga berkesimpulan dibolehkannya jual beli panjar. Salah
satunya menetapkan bahwa yang dimaksud dengan jual beli sistem panjar
adalah menjual barang, lalu si pembeli memberi sejumlah uang kepada si
penjual dengan syarat bila ia jadi mengambil barang itu, maka uang muka
tersebut masuk dalam harga yang harus dibayar. Namun kalau ia tidak jadi
membelinya, maka sejumlah uang itu menjadi milik penjual. Transaksi ini
selain berlaku untuk jual beli juga berlaku untuk sewa menyewa.
Jual beli sistem panjar dibolehkan bila dibatasi waktu menunggunya secara pasti, dan panjar itu dimasukkan sebagai bagian pembayaran, bila sudah dibayar lunas. Dan menjadi milik penjual bila si pembeli tidak jadi melakukan transaksi pembelian.
Jual beli sistem panjar dibolehkan bila dibatasi waktu menunggunya secara pasti, dan panjar itu dimasukkan sebagai bagian pembayaran, bila sudah dibayar lunas. Dan menjadi milik penjual bila si pembeli tidak jadi melakukan transaksi pembelian.
Adapun hadits Nabi SAW yang berbunyi :
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْعُرْبَانِ
“Rasulullah SAW melarang jual beli dengan sistem uang muka.”
Maka
ini merupakan hadits yang lemah (dhaif), sebagaimana Imam Ahmad dan
selainnya telah mendhoifkannya sehingga tidak bisa dijadikan sandaran.
DP YANG DIKEMBALIKAN ITU LEBIH BAIK
Namun
perlu diingat bila penjual mengembalikan uang muka tersebut kepada
pembeli ketika gagal menyempurnakan jual belinya, itu lebih baik dan
lebih besar pahalanya disisi Allah sebagaimana disabdakan oleh
Rasulullah SAW :
مَنْ أَقَالَ مُسْلِمًا أَقَالَهُ اللَّهُ عَثْرَتَهُ
"Siapa yang berbuat iqaalah dalam jual belinya kepada seorang muslim maka Allah akan bebaskan ia dari kesalahan dan dosanya.".
Iqalah
dalam jual beli dapat digambarkan dengan seorang membeli sesuatu dari
seorang penjual, kemudian pembeli ini menyesal membelinya, bisa jadi
karena sangat rugi atau sudah tidak butuh lagi atau tidak mampu
melunasinya, lalu pembeli itu mengembalikan barangnya kepada penjual dan
penjualnya pun menerimanya kembali (tanpa mengambil sesuatu dari
pembeli).
Demikian
penjelasan singkat mengenai kebolehan jual beli dengan uang muka dan
kebolehan uang muka jadi milik penjual jika jual belinya tidak
berlanjut. Semoga bermanfaat. Wallahu a'lam bishowab.
Salam Berkah Berlimpah Dengan Property Syariah
COMMENTS